KAMPUNG
BENA
1.Geografis
Kampung Bena
adalah salah satu perkampungan megalitikum yang terletak di Kabupaten
Ngada, Nusa Tenggara Timur. Tepatnya di Desa Tiwuriwu, Kecamatan
Aimere, sekitar 19 km selatan Bajawa. Kampung yang terletak di puncak
bukit dengan view Gunung Inerie. Rumah adat yang beratapkan ijuk
berjajar rapi seperti umpak-umpak tersusun ketika Anda memasuki
beranda depan kampung di sisi utara. Posisi kampung sendiri memanjang
dari sisi utara ke selatan. Namun hanya di bagian utaralah kita bisa
melewati pintu masuknya karena di bagian selatan kampung yang
merupakan daerah tertinggi merupakan tebing terjal yang tidak bisa
dilalui.
2.Kondisi
Fisik
Kampung ini saat
ini terdiri kurang lebih 40 buah rumah yang saling mengelilingi.
Badan kampung tumbuh memanjang, dari utara ke selatan. Pintu masuk
kampung hanya dari utara. Sementara ujung lainnya di bagian selatan
sudah merupakan puncak sekaligus tepi tebing terjal. Kampung ini
sudah masuk dalam daerah tujuan wisata Kabupaten Ngada. Ternyata
kampung ini menjadi langganan tetap wisatawan dari Jerman dan Italia.
Ditengah-tengah kampung atau lapangan terdapat beberapa bangunan yang
mereka menyebutnya bhaga dan ngadhu. Bangunan bhaga bentuknya mirip
pondok kecil (tanpa penghuni). Sementara ngadhu berupa bangunan
bertiang tunggal dan beratap serat ijuk hingga bentuknya mirip pondok
peneduh. Tiang ngadhu biasa dari jenis kayu khusus dan keras karena
sekaligus berfungsi sebagai tiang gantungan hewan kurban ketika pesta
adat.
3.Aksesibilitas
Cara Menuju Bena:
Penerbangan ke Kupang atau Labuan Bajo.
- Pilihan pertama adalah dari Jakarta cari penerbangan ke Labuan Bajo (biasanya) transit di Bali dan dari Labuan Bajo naik travel menuju Bajawa. Dari Bajawa Anda dapat menyewa mobil atau naik ojek untuk menuju ke kampung Bena.
- Rute kedua adalah penerbangan ke Kupang dan dari Kupang naik pesawat lagi menuju Ende. Lalu dari Ende Anda dapat naik travel atau bis umum menuju Bawaja dan setelah sampai Bajawa Anda dapat memilih sewa mobil atau ojek.
- Namun ada juga wisatwan yang menyewa mobil langusng dari Labuan Bajo ataupun Ende. Jarak kampung Bena dari ibukota kabupaten hanya sekitar 18 kilometer. Pilihan di tangan Anda.
4.Prasarana
Prasarana di sini
sudah baik. Dapat ditemukan tempat sampah di beberapa tempat walaupun
tidak banyak namun lingkungannya bersih, terawat, dan sangat masih
alami.
5.Fasilitas
Di tempat wisata
ini bersifat primitive dan alami serta belum tersentuh dengan
kemajuan teknologi sehingga untuk fasilitas seperti took cenderamata,
tourist information centre, dan lain sebagainya tidak ada di
tempat ini.
6.Aktivitas
Wisata Dapat Dilakukan
Aktivitas yang
dapat dilakukan di sini adalah menikmati pemandangan, melakukan
penelitian dan fotografi, sight-seeing, relaxing,
melihat hasil tenunan masyarakat kampong Bena.
7.Pasar
Wisata / Pengunjung
Pengunjung tempat
wisata ini cenderung orang dewasa yang bermaksud melakukan observasi
untuk keperluan penelitian mengenai Kampung Bena, baik wisatawan
domestik maupun mancanegara. Tetapi, cenderung lebih banyak wisatawan
mancangara yang datang mengunjungi Kampung Bena.
8.Pengelola
Di Bena terdapat
sembilan suku yang menghuni 45 rumah. Kesembilan suku itu adalah suku
Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru
Solamae, suku Ngada, suku Khopa, dan suku Ago. Yang membedakan satu
suku dengan suku lainnya adalah tingkatannya sebanyak 9 tingkat. Tiap
suku berada di satu tingkatan, suku Bena sendiri berada di tengah dan
dianggap suku paling tua dan pendiri kampung dan karena itulah nama
kampung ini kampung Bena. Selain dikelola oleh suku-suku di Kampung
Bena itu sendiri, wilayah ini juga dikelola oleh Dinas Pariwisata
setempat dan dicalonkan sebagai salah satu situs warisan dunia
UNESCO.
9.Latar
Belakang Sejarah
Penduduk Bena
termasuk ke dalam suku Bajawa. Mayoritas penduduk Bena adalah
penganut agama katolik. Umumnya penduduk Bena, pria dan wanita,
bermata pencaharian sebagai peladang. Untuk kaum wanita masih
ditambah dengan bertenun. Pada awalnya hanya ada satu klan di kampung
ini yaitu klan Bena. Perkawinan dengan suku lain melahirkan klan-klan
baru yang sekarang ini membentuk keseluruhan penduduk kampung Bena.
Hal ini bisa terjadi karena penduduk Bena menganut sistem kekerabatan
matriarkat.Ada hal unik yan bisa kita lihat jika memperhatikan simbol
di atas rumah warga ini: patung pria di atas rumah yang memegang
parang dan lembing adalah Sakabolo, ini adalah rumah inti keluarga
laki-laki. Yang tak kalah menarik adalah ketika memasuki teras
rumah warga kampung Anda akan menjumpai banyak sekali tanduk kerbau,
rahang dan taring babi dipajang menggantung berderet di depan rumah
sebagai lambang status sosial orang Bena. Tanduk, rahang dan taring
babi yang digantung itu biasanya berasal dari hewan-hewan yang
dikorbankan saat upacara adat oleh masing-masing suku yang ada di
kampung. Nga’du dan bhaga adalah dua simbol leluhur kampung yang
berada di halaman, kisanatapat, tempat upacara adat digelar
untuk berkomunikasi dengan leluhur mereka. Nga’du berarti
simbol nenek moyang laki-laki dan bentuknya menyerupai sebuah payung.
Sedangkan bhaga berati symbol nenek moyang perempuan yang bentuknya
menyerupai bentuk miniatur rumah. Bentuk kampung Bena menyerupai
perahu karena menurut kepercayaan megalitik perahu dianggap punya
kaitan dengan wahana bagi arwah yang menuju ke tempat tinggalnya.
Namun nilai yang tercermin dari perahu ini adalah sifat kerjasama,
gotong royong dan mengisyaratkan kerja keras yang dicontohkan dari
leluhur mereka dalam menaklukkan alam mengarungi lautan sampai tiba
di Bena.
10.Objek
& Daya Tarik Wisata
Daya Tarik dari
tempat ini adalah cirri khas dari rumah adat, adat istiadat, dan juga
kegiatan yang dilakukan oleh suku asli kampong Bena itu sendiri.
Hal-hal tersebut itulah yang menjadi factor daya tarik utama
pendorong minat wisatawan melakukan perjalanan ke Kampung Bena.
Selain itu, pemandangan di sekitar Kampung Bena adalah Gunung Inereye
yang sangat indah dan sangat mendukung daya tarik wisata di Kampung
Bena itu sendiri. Kampung ini sama sekali belum tersentuh kemajuan
teknologi. Arsitektur bangunannya masih sangat sederhana yang hanya
memiliki satu pintu gerbang untuk masuk dan keluar, Menurut catatan
Pemerintah Kabupaten Ngada, Kampung Bena diperkirakan telah ada sejak
1.200 tahun yang lalu. Hingga kini pola kehidupan serta budaya
masyarakatnya tidak banyak berubah. Dimana masyarakatnya masih
memegang teguh adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang
mereka. Bangunan arsitektur Bena tidak hanya merupakan hunian semata,
namun memiliki fungsi dan makna mendalam yang mengandung kearifan
lokal dan masih relevan diterapkan masyarakat pada masa kini dalam
pengelolaan lingkungan binaan yang ramah lingkungan. Nilai yang dapat
diketahui bahwa masyarakat Bena tidak mengeksploitasi lingkungannya
ialah lahan pemukiman yang dibiarkan sesuai kontur asli tanah
berbukit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar